Maluku - Desa Mamala dan Morella di Kabupaten Maluku Tengah
memiliki sejarah konflik berkepanjangan yang tak sedikit menelan korban jiwa.
Namun kini warga kedua desa tersebut menyepakati perjanjian hingga akhirnya
mereka bisa merayakan Idul Fitri bersama.
Konflik menahun antar warga Desa
Mamala dan Morella yang berada di Jazirah Leihitu tersebut cukup banyak
menyebabkan korban jiwa berjatuhan. Konflik tercatat terjadi pada tahun 2008
dan 2013. Konflik terakhir terjadi pada Juli 2015 akibat seorang putra daerah
yang merupakan anggota Brimobda Polda Maluku tewas akibat terkena pecahan bom
rakitan saat melerai dan mencari otak pelaku penganiyaan.
Bahkan belum lama ini Kapolresta Ambon juga menjadi korban saat berusaha melerai pecahnya konflik lanjutan. Satu hal kecil dapat menimbulkan pertikaian berkepanjangan dan akhirnya menyebakan pecahnya pertarungan antar warga kedua desa. Akibat konflik, warga Morella tidak bisa melewati Desa Mamala jika hendak pergi ke Kota Ambon. Mereka terpaksa harus menggunakan transportasi air melalui laut dari desa tetangga atau dengan akses jalur darat lainnya namun dengan jalan memutar dua kali lipat. Tentu saja ini menjadi kendala apalagi jika ada warga yang sakit dan harus segera dirujuk ke rumah sakit di kota. Hingga pada akhirnya warga Mamala dan Morella yang diwakili oleh para tokoh desa serta adatnya menandatangani perjanjian perdamaian pada 23 April 2016 di Dermaga Kayu Tapal Kuda. Proses perdamaian yang diprakarsai oleh Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo itu tidaklah mudah dan memerlukan waktu cukup panjang.
Bahkan belum lama ini Kapolresta Ambon juga menjadi korban saat berusaha melerai pecahnya konflik lanjutan. Satu hal kecil dapat menimbulkan pertikaian berkepanjangan dan akhirnya menyebakan pecahnya pertarungan antar warga kedua desa. Akibat konflik, warga Morella tidak bisa melewati Desa Mamala jika hendak pergi ke Kota Ambon. Mereka terpaksa harus menggunakan transportasi air melalui laut dari desa tetangga atau dengan akses jalur darat lainnya namun dengan jalan memutar dua kali lipat. Tentu saja ini menjadi kendala apalagi jika ada warga yang sakit dan harus segera dirujuk ke rumah sakit di kota. Hingga pada akhirnya warga Mamala dan Morella yang diwakili oleh para tokoh desa serta adatnya menandatangani perjanjian perdamaian pada 23 April 2016 di Dermaga Kayu Tapal Kuda. Proses perdamaian yang diprakarsai oleh Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo itu tidaklah mudah dan memerlukan waktu cukup panjang.
Setelah melakukan kunjungan
pertamanya di kedua desa pada Agustus 2015, Mayjen Doni memulai berbagai upaya
untuk mendamaikan warga Desa Mamala dan Morella. Sejumlah pendampingan dan pembinaan
dilakukan oleh jajaran Kodam Pattimura seperti salah satunya adalah program
pelatihan budidaya bibit ikan dan pohon di kedua desa.
Doni dan jajarannya juga melakukan
sejumlah pertemuan dengan masyarakat kedua desa, menyelenggarakan survei untuk
mengetahui apa yang diinginkan warga. Juga menjadi mediator serta fasilitator
pihak-pihak yang selama ini terlibat konflik. "Data yang kami peroleh
tidak sedikit korban yang berjatuhan, baik korban jiwa maupun harta benda.
Alhamdulillah ada masukan dan pemikiran. Mula-mula kita lakukan proses
pelatihan budidaya kelautan dan perkebunan," ujar Doni seperti dalam
keterangan Kodam Pattimura kepada detikcom, Rabu (6/7/2016).
Program pelatihan itu menjadi titik awal bagi proses perdamaian karena strategi yang dilakukan adalah bagaimana Doni dan jajarannya mengatur agar perwakilan dari kedua desa bisa tidur berdampingan dengan tempat tidur saling bersebelahan. Kodam Pattimura melibatkan pihak-pihak yang selama ini terlibat konflik pada program pelatihan itu.
Program pelatihan itu menjadi titik awal bagi proses perdamaian karena strategi yang dilakukan adalah bagaimana Doni dan jajarannya mengatur agar perwakilan dari kedua desa bisa tidur berdampingan dengan tempat tidur saling bersebelahan. Kodam Pattimura melibatkan pihak-pihak yang selama ini terlibat konflik pada program pelatihan itu.
"Alhamdulillah, karena hanya satu fasilitas yang diberikan maka satu sama lainnya harus bisa berkomunikasi," kata mantan Danjen Kopassus tersebut.Proses perdamaian terus berlanjut dengan berbagai kegiatan yang didelegasikan kepada jajaran Korem 151/Binaiya. Bahkan sejumlah perwakilan Desa Mamala dan Morella juga diberangkatkan untuk umroh ke Mekah bersama-sama guna menunjang rekonsiliasi dan akhirnya kesepakatan perdamaian pun terjadi.
"Apa yang kita lakukan tentunya sebuah semangat untuk menciptakan kerukunan yang abadi. Memang semuanya tergantung atau berpulang kepada seluruh tokoh masyarakat, namun demikian saya melihat ada semangat yang luar biasa dari semua tokoh termausuk warga," sebut Doni. Rekonsiliasi ini tentunya juga melibatkan berbagai unsur baik Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal, Gubernur Maluku M Said Assaggaf dan pihak eksekutif maupun legislatif daerah. Serta pastinya pihak kepolisian.
Perjanjian perdamaian juga diikuti
dengan program-program lainnya yang dapat menjawab permasalahan yang selama ini
menjadi simpul-simpul negatif pemicu timbulnya konflik kembali terjadi. Yakni
penegakkan hukum yang transparan dan profesional seperti peredaran minuman
keras, pemberdayaan masyarakat desa, peningkatan kualitas SDM melalui
pendidikan kejuruan bagi warga kedua desa dengan potensinnya masing-masing, dan
sebagainya. Tak hanya itu, penegakkan hukum positif dan adat juga diminta
berjalan beriringan. Para tokoh desa berjanji tidak akan melindungi warganya
jika ada yang melakukan tindak pidana. Mereka mengaku siap konsisten untuk
mengikuti poin dalam perjanjian tersebut agar kerukunan tidak lagi ternodai
akibat ulah oknum-oknum tertentu.
"Mudah-mudahan dengan suasana
rukun dan damai yang tercipta secara alamiah, kita harapkan bisa dijaga bersama
jangan sampai ada gesekan-gesekan yang mungkin bisa saja terjadi. Semoga
kerukunan bisa kita pertahankan," harap Mayjen Doni. Untuk menunjang
perjanjian damai itu, berbagai kegiatan pun terus dilakukan dan difasilitasi
oleh Kodam Pattimura beserta Muspida lainnya. Seperti kegiatan buka bersama
kedua desa yang digelar pada 30 Juni 2016. Kemudian juga kegiatan saling pindah
tidur di mana 5 orang warga Mamala tidur di rumah warga Morella dan sebaliknya.
Menurut Kapendam XVI/Pattimura,
Kolonel Arh Hasyim, akar konflik berkepanjangan dipicu karena kegiatan adat
pukul sapu yang masing-masing diklaim milik mereka. Warga Desa Mamala dan
Morella sebenarnya masih memiliki pertalian darah. Dalam semangat perdamaian,
kedua desa akan menggelar acara adat pukul sapu bersama-sama pada 13 Juli 2016
mendatang. Para warga Desa Mamala dan Morella pun sejak beberapa waktu
belakangan sudah melakukan persiapan untuk menggelar atraksi tradisi adat 'baku
pukul' (saling pukul) dengan menggunakan batang sapu lidi. "Lebaran mereka
hari ke-7 sama seperti di Jawa bilang Lebaran ketupat yang tahun ini jatuh pada
tanggal 13 Juli. Itulah puncak lebaran yang diadakan pukul sapu lidi tradisi
kedua desa yang selama ini menjadi sumber konflik," terang Hasyim dalam
keterangan yang sama. Selain persiapan, warga kedua desa juga telah melakukan
sejumlah kegiatan lainnya. Seperti lomba lari, dayung perahu semang, serta
karnaval budaya. Namun yang paling menyentuh dari adanya kesepakatan damai
tersebut adalah saat Idul Fitri ini, warga kedua desa bisa melangsungkan salat
ied bersama dan bersilahturahmi antar kampung serta saling bermaaf-maafan. "Warga
Mamala dan Morella sekarang bisa merayakan Idul Fitri sama-sama. Dan yang tidak
kalah fenomenal dari peristiwa damai itu adalah terbukanya jalan masyarakat
Morella ke Ambon yang selama ini tidak bisa mereka lalui lewat Desa Mamala yang
jaraknya lebih dekat," tutur Hasyim. "Kejadian tersebut sudah
berlangsung lama dan baru sekarang mereka bisa lalui, termasuk mobil jenazah
yang bila ada warga Morella meninggal harus mutar 2 kali lipat yang menyebabkan
waktu dan biaya membengkak," imbuhnya sekaligus mengakhiri. (Penrem XVI/Patimura)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar