Rabu, 27 Juli 2016

Awig-awig Subak Harus Diperkuat


Pendam IX/udayana
27 juli 2016
Editor Kapten Inf I Nyoman Budiarta

Danrem 163 /Wira Satya  Kolonel Inf I Nyoman Cantiasa S. E., usai membuka sosialisasi ketahanan pangan mengusung tema "Melalui Pembinaan Ketahanan Pangan Kita Wujudkan Katahanan Pangan Nasional Melalui Diversifikasi Berbasis Sumber Daya Lokal" Selasa (26/7) di aula Makorem.

Awig-awig Subak harus diperkuat guna menekan penyusutan lahan pertanian semakin banyak dan investor tidak berani melabraknya," tegas Danrem 163 /Wira Satya  Kolonel Inf I Nyoman Cantiasa S. E., usai membuka sosialisasi ketahanan pangan mengusung tema "Melalui Pembinaan Ketahanan Pangan Kita Wujudkan Katahanan Pangan Nasional Melalui Diversifikasi Berbasis Sumber Daya Lokal"."Hari ini, kami mengadakan sosialisasi tentang ketahanan pangan di jajaran Korem 163/Wira Satya. Yang hadir 150 dari jabatan Dandim sampai babinsa serta gabungan kelompok tani. Dari laporan dari Dinas Pertanian Provinsi Bali, kata Cantiasa, dari tahun 2014 hingga 2015 terjadi penyusutan lahan pertanin seribu hektar. "Banyangkan dari luasnya 81 ribu hektar menyusut menjadi 80 hektar," ujarnya. Untuk mempertahankan dan melestarikan  pertanian Bali harus direvolusi kalau tidak ada revolusi maka lahan pertanian di Bali terus menyusut dan peminatnya semakin terkikis. Selain itu, harus dibuat awig-awig subak dan diperkuat realisasinya guna menjaga kelestarian pertanian di Pulau Dewata ini. Hal itu terjadi karena banyak faktor, diantaranya pembangunan hotel restoran dan perumahan. Selain itu jumlah penduduk terus  berkembang sehingga kebutuhan tempat tinggal semakin banyak. "Tapi harus direm atau dicarikan solusi yang tepat. Bagaimana caranya menahan laju  penyusutan lahan pertanian tiap tahun. Kegiatan kami ini membicarakan itu," tegas Danrem. Kenapa TNI atensi terhadap pangan atau pertanian ? Menurut Danrem  masalah di dunia ada tiga yaitu  energi, air dan pangan.   Kalau energi dan air tidak bisa diciptakan. Sedangkan  pangan bisa didesain pengembangannya. Misalnya tanah yang tidak produktif menjadi produktif dan biasanya panen hanya sekali setahun bisa tiga kali bahkan sepanjang tahun. "Ini yang saya sebut revolusi pertanian. Jangan hanya nanam di sawah atau kebun, dimana saja bisa di rumah dan kantor semua bisa panen. Caranya disesuaian dengan tipelogi area di situ. Banyak inovasi pemimpin dalam rangka melakukan revolusi pertanian itu," ujarnya.

Di kompleks perumahan dan perkantoran bisa buatkan polybag. Selain bisa panen, dari segi keindahan dan kenyamanan lingkungan bisa tercipta. "Saya buktikan itu. Saat tugas di Kopassus di Batujajar, saya punya lahan cukup luas sekitar setengah hektar ditanam cabai dan tomat. Dengan modal Rp 20 juta hasilnya Rp 80 juta. Saya dan teman-teman berkebun saat  siswa tidak ada. Pelatih saya  diajak berkebun," kata Danrem. Ia berharap ke depan tidak terjadi lagi penyusutan tajam lahan pertanian. Oleh karena itu, upaya-upaya  khusus dilakukan Panglima TNI  bekerjasama dengan Menteri Pertanian, termasuk di Bali. Upaya khusus ini dilaksanakan dengan melakukan pembinaan, pelatihan, pembibitan, penanaman, pemupukan, panen hingga menjual. Dengan demikian target-target dalam mengelola pertanian di Bali bisa tercapai.Oleh karena itu, generari muda merupakan aset bangsa harus mampu menyelamatkan pertanian di Bali. Untuk menarik minat pemuda agar mau bertani yang harus dilakukan yaitu diberikan keteladan dan fakta. Menurut peraih penghargaan Adhi Makayasa ini, anak muda sekarang tidak bisa hanya diberikan teori, tapi harus ada bukti. Contohnya orang tua punya tanah atau kebun, penghasilannya berapa dan mana menguntungkan daripada kerja di hotel, restoran atau karyawan toko. "Apakah mereka kerja di hotel dengan pakain bersih tapi gajinya sedikit, ketimbang jadi petani tapi uangnya banyak ? Mindset ini harus diubah bahwa kalau ingin meningkatkan kesejehteraan tidak hrus menjadi orang kantoran, hotel atau kegiatan berbau alat tulis. Di bidang pertanian rejekinya paling banyak apalagi tanah di Bali subur," kata Danrem.

Selain itu, sekolah-sekolah harus membangkitkan tradisi berkebun kepada anak didiknya. "Saat saya SD membawa bunga, ember dan penyeloan (alat gemburkan tanah-red). Bunga itu ditanam di kebun sekolah dan dirawat sampai kelas 6. Artinya Pendidikan nonformal membantu anak mengenal pertanian dan perkebunan," ujarnya. Di samping itu, tentara harus mampu melakukan komunikasi sosial (komsos) dengan baik. Sampaikan ide dan gagasan sehingga anak muda tertarik untuk bertani atau berkebun. Negara rendah pangan berdampak munculnya permasalahan sosial seperti mencuri dan lainnya. "Bapak Bung Karno pernah menyampaikan kalau bangsa ini ingin selamat dari kehancuran harus menjadi negara agraris. Ketahanan pangan itu harus dikuatkan. Bila bangsa Indonesia ingin selamat dari permasalahan pangan, harus menjai bangsa agraris," ucap mantan Waasintel Danjen Kopassus ini. (Penrem 163/WSA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar