Hari Minggu 19 November 2017 di
Tembagapura, Papua telah terjadi suatu peristiwa luar biasa yang mengharukan
dan membanggakan. 58 prajurit TNI diberi kenaikan pangkat luar biasa karena
berhasil membebaskan 1.300 warga yang disandera kelompok kriminal bersenjata
(KKB). Namun, lima perwira TNI menolak
kenaikan pangkat luar biasa tersebut.
Kesatria
Sejati
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo
menegaskan bahwa kelima perwiranya menolak dinaikkan pangkat karena mereka
menganggap tidak pantas mendapatkan penghargaan sebesar itu, sebab keberhasilan
operasi pembebesan sandera di Kampung Banti dan Kimbeli, Distrik Tembagapura,
Kabupaten Mimika, Papua adalah milik anak buahnya.
Kelima perwira berjiwa kesatria sejati
tersebut adalah Lettu Inf Shofa Amrin Fajrin selaku Komandan Bantuan Kompi
Senapan B; Lettu Inf Agung Damar P selaku Danunit 2/1/1/13 Kopassus; Lettu Inf
Sukma Putra Aditya selaku Danunit 2 Bakduk 812 Sat-81 Kopassus; Kapten Inf
Sandra SP selaku Danki Intai Tempur; dan Lettu Inf Akhmad Zainuddin selaku Danyon
Taipur 1/A.
Usai memimpin upacara kenaikan pangkat
di Kampung Utikini, Tembagapura, Panglima menjelaskan bahwa kelima perwira
tersebut menyampaikan sendiri kepada Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal
Mulyono bahwa mereka tidak bersedia menerima penghargaan. Sebab, menurut
mereka, keberhasilan operasi pembebasan sandera di wilayah Tembagapura adalah
keberhasilan anak buahnya dan sudah menjadi tanggung jawab mereka sebagai
komandan memimpin operasi.
Setelah menolak kenaikan pangkat,
kelima perwira TNI tersebut mengaku siap bertanggung jawab jika operasi militer
pembebasan sandera yang dilaksanakan beberapa hari lalu gagal. Mendengar pernyataan tersebut, Gatot mengaku
terharu dan bangga terhadap sikap kestria kelima perwiranya. Meski mereka
menolak naik pangkat, Gatot menyatakan bahwa dirinya sebagai pimpinan TNI tetap
akan memperhatikan dan mengapresiasi keberhasilan anak buahnya.
“Tetapi kami juga akan memperhatikan
pendidikan mereka. Jadi mereka tidak mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa
bukan karena bukan haknya, tetapi karena mereka menolak dengan alasan bahwa
keberhasilan hanya milik anak buah dan kegagalan menjadi tanggung jawab mereka”,
demikian ungkap Panglima TNI, Gatot Nurmantyo.
Anugerah
MURI
Bagi saya pribadi, peristiwa penolakan
tersebut merupakan suatu peristiwa langka yang secara mengharukan dan
membanggakan mengungkap makna kekesatriaan sejati yang layak menjadi suri teladan bukan hanya
bagi para perwira TNI namun bagi segenap warga bangsa Indonesia.
Suatu sikap kesatria sejati yang
seharusnya menjadi suri teladan bagi segenap warga bangsa Indonesia untuk
senantiasa bersikap rendah hati dengan lebih mengedepankan tanggung jawab serta
mengutamakan kewajiban dalam mengabdikan diri bagi kepentingan negara, bangsa
dan rakyat Indonesia ketimbang kepentingan diri sendiri.
Sikap menolak kenaikan pangkat jelas
jauh lebih mulia ketimbang misalnya sikap menolak mengundurkan diri. Maka
sebagai Ketua Umum MURI, saya memutuskan bahwa adalah hukumnya wajib bagi MURI
untuk dengan penuh kerendahan hati mempersembahkan anugerah penghargaan MURI
kepada lima kesatria sejati TNI yaitu Lettu Inf Shofa Amrin Fajrin selaku
Komandan Bantuan Kompi Senapan B; Lettu Inf Agung Damar P selaku Danunit
2/1/1/13 Kopassus; Lettu Inf Sukma Putra Aditya selaku Danunit 2 Bakduk 812
Sat-81 Kopassus; Kapten Inf Sandra SP selaku Danki Intai Tempur; dan Lettu Inf
Akhmad Zainuddin selaku Danyon Taipur 1/A yang telah mempersembahkan suri
teladan sikap adhiluhur menolak kenaikan pangkat dengan alasan bahwa
keberhasilan hanya milik anak buah dan kegagalan menjadi tanggung jawab
pemimpin.
HIDUP TENTARA NASIONAL INDONESIA!!!
Penulis
adalah Pendiri MURI sebagai Lembaga Penggelora Semangat Kebanggaan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar